Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang
dipakai untuk menggambarkan perubahan
fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang
dimulai pada tahun
1950-an hingga
1980-an di banyak negara berkembang, terutama di
Asia.
Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa.
Program Revolusi Hijau bertujuan untuk meningkatkan persediaan makanan dengan meningkatkan hasil lahan pertanian yang dapat dicapai dengan menanam bibit pertanian yang baru dengan disertai perbaikan pengolahan tanah, sistem pengairan, penggunaan pupuk, perlindungan dari serangan hama, dan pengenalan varietas tanaman jenis unggul.
Pelaksanaan Revolusi Hijau disponsori oleh Ford dan Rockefeller Foundation yang memiliki dua pusat penelitian yang bernama International Klaize and Wheat Improvement Center dan di Filipina yang bernama IRRI (International RiceResearch Instute).
Pusat penelitian di Meksiko
dipimpin oleh Norman E.Bourlang. Norman
Borlaug,
penerima penghargaan
Nobel Perdamaian
1970, adalah
orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini.
Perkembangan Revolusi Hijau:
- Revolusi tahap pertama, terjadi antara tahun 1500 – 1800 ketika kebanyakan hasil pertanian (gandum, padi, jagung dan kentang) disebar keseluruh dunia.
- Revolusi hijau tahap kedua, terjadi di Eropa dan Amerika Utara antara tahun 1850 – 1950 dan terutama di dasarkan penerapan hukum ilmiah terhadap produksi hasil petanian dan hewan melalui penggunaan pupuk, irigasi dan pemberantasan hama dn penyakit secara luas dan terkendali.
- Revolusi tahap ketiga, terjadi di negara-negara maju sejak perang dunia II terutama melalui seleksi dan persilangan genetika atas varietas tanaman dan hewan unggul dan lebih resisten terhadap penyakit dan serangga.
- Revolusi hijau tahap keempat, telah tersebar luas pada tahun-tahun ini. Tahap ini bukan hal yang baru, melainkan kombinasi dari revolusi hijau tahap kedua dan tahap ketiga, dan terutama ditujukan untuk negara-negara berkembang. Tahun 1967 varietas padi dan gandum jenis unggul dikembangkan di daerah-daearah tropis dan sub tropis, seperti India, Turki, Pakistan, Indonesia.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting:
1. Penyediaan air melalui sistem irigasi.
2. Pemakaian pupuk kimia secara optimal.
3. Penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu.
4. Penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.
Revolusi Hijau di Indonesia
- Revolusi Hijau di Indonesia sudah dimulai sejak berlakunya UU Agraria pada tahun 1870 yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga di Indonesia dapat dikembangkan berbagai jenis tanaman.
- Dalam perkembangannya pada masa Orde Baru, program Revolusi Hijau digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan produksi pangan di Indonesia, terutama produksi beras.
- Revolusi Hijau dilaksanakan secara sistematis, terprogram, dan terus-menerus sehigga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Hal itu dibuktikan dengan
Indonesia mampu meningkatkan swasembada pangan yaitu penghasil beras sehingga
Presiden Soeharto mendapat Penghargaan Nobel.
Usaha
yang dilakukan pemerintah Orde Baru untuk meningkatkan swasembada pangan
nasional yaitu:
a. Program Bimbingan Massal (Bimas)
untuk meningkatkan produksi beras.
b. Program Intensifikasi Massal
(Inmas) yang merupakan kelanjutan Bimas.
c. Program Intensifikasi Khusus
(Insus) yang merupakan upaya peningkatan produksi per unit.
d. Program Supra Intensifikasi
Khusus (Supra Insus) yang meningkatkan swasembada beras.
Program-program tersebut dikembangkan melalui intensifikasi pertanian, yaitu upaya peningkatan produksi per unit dan ekstensifikasi, yaitu upaya perluasan areal pertanian.
Pelaksanaan Revolusi hijau di Indonesia dilakukan melalui Pancausaha Tani dan Saptausaha Tani. Pancausaha Tani memiliki langkah-langkah yaitu:
Program-program tersebut dikembangkan melalui intensifikasi pertanian, yaitu upaya peningkatan produksi per unit dan ekstensifikasi, yaitu upaya perluasan areal pertanian.
Pelaksanaan Revolusi hijau di Indonesia dilakukan melalui Pancausaha Tani dan Saptausaha Tani. Pancausaha Tani memiliki langkah-langkah yaitu:
a. Mekanisme dalam pengolahan
tanah.
b. Menggunakan irigasi yang mapan.
c. Menggunakan pupuk.
d. Menggunakan obat penyemprot hama.
e. Menggunakan bibit unggul.
b. Menggunakan irigasi yang mapan.
c. Menggunakan pupuk.
d. Menggunakan obat penyemprot hama.
e. Menggunakan bibit unggul.
Sedangkan Saptausaha Tani memiliki langkah-langkah serupa Pancausaha Tani ditambah pengolahan dan penjualan pascapanen.
Dampak positif:
1. Meningkatkan produktivitas tanaman pangan.
2. Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat industri menjadi terpenuhi.
2. Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat industri menjadi terpenuhi.
3. Indonesia berhasil mencapai swasembada beras.
4. Kualitas tanaman pangan semakin meningkat.
Dampak negatif:
1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah.
2. Kesuburan tanah merosot / tandus.
3. Tanah mengandung residu (endapan pestisida).
4. Hasil pertanian mengandung residu pestisida.
5. Keseimbangan ekosistem rusak.
6. Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
Perkembangan Teknologi
Perkembangan
teknologi
memberikan pengaruh positif bagi Indonesia khususnya bagi peningkatan industri
pangan:
1. Digunakannya pupuk buatan dan
zat-zat kimia untuk memberantas hama penyakit sehingga produksi pertanian pun
meningkat.
2. Proses pengolahan lahanpun menjadi cepat
dengan digunakan traktor.
3. Proses pengolahan hasil menjadi cepat
dengan adanya alat penggiling padi.
Adapun
dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut adalah:
a. Timbulnya pencemaran pada air
maupun tanah akibat penggunaan pestisida (pupuk kimia) yang berlebih.
b. Penggunaan pestisida dapat membunuh
hama tanaman, serangga pemakan hama, burung, ikan dan hewan lainnya.
c. Adanya sistem peladangan berpindah
atau penebangan pohon dalam jumlah besar yang dilakukan oleh pihak pemegang Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) guna dibuat pemukiman baru menyebabkan kerusakan
lingkungan kususnya pada ekosistem tanah.
d. Semakin sempit lahan pertanian
karena diubah menjadi wilayah pemukiman dan industri.
e. Meningkatnya kegitan penggalian
sumber alam, pertambangan liar yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan.
f. Pengurangan jumlah tenaga kerja
manusia yang terlibat dalam proses produksi karena telah tergantikan oleh
mesin-mesin sehingga bersifat padat modal dan hemat tenaga kerja. Berdampak
pada munculnya pengangguran.
Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989.
Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar,
dan
petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan.
v
No comments:
Post a Comment